entry image

Kelurahan Tangguh Pangan dan Gizi, Topang Kedaulatan Pangan Kota Semarang


Topang Kedaulatan Pangan, Empat Kelurahan di Semarang Akan Jadi Percontohan Wilayah Mandiri Pangan. Hal ini disampaikan Plt. Wali Kota Semarang Ir. Hj. Hevearita Gunaryanti Rahayu, M.Sos saat memberi arahan dan dukungannya dalam kegiatan "Pak Rahman" (Pasar Pangan Rakyat Murah dan Aman) saat Car Free Day di Jl. Ki Mangunsarkoro tepatnya di halaman kantor Dinas Ketahanan Pangan Kota Semarang.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa akan ada empat kelurahan menjadi pilot project seperti kelurahan di pesisir, perkotaan, dataran atas dan daerah sudah mandiri pangan jadi tinggal mengelola distribusi pemasaran. Jadi tujuannya adalah bagaimana kelurahan di atas dan di bawah menjaga ketahanan pangannya agar Kota Semarang menjadi berdaulat. Kota Semarang harus bisa memiliki ketersediaan produk pangan di hilir diimbangi dengan jaminan adanya barang dari hulu. Kota Semarang bisa mandiri untuk memenuhi ketersediaan pangan dan tidak bergantung dari wilayah lain.
 
Nantinya dalam Kelurahan tangguh pangan juga harus ada aspek gizi didalamnya. Pasalnya tak hanya ketahanan pangan saja yang akan disasar namun juga nilai gizi suatu produk pangan juga harus dinilai. Beliau  juga menyebut dengan topografi di Kota Semarang yang beraneka ragam, nantinya program ini akan disesuaikan dengan kondisi tanah masing-masing wilayah.
 
 
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Semarang, Dr. Bambang Pramushinto, SH, SIP, MSi  mengimbau kepada masyarakat untuk bisa bersiap menghadapi kekhawatiran resesi global tahun 2023, salah-satunya terhadap kebutuhan bahan pangan. “Harus bijak manfaatkan sumber daya yang ada. Kan beberapa kelembagaan pusat juga memastikan daerah ketersediaan pangannya cukup, selain itu dari Badan Pangan Nasional juga mengajak masyarakat untuk mengkonsumsi makanan beragam, bergizi seimbang, dan aman. Tidak harus makan beras kalau ada jagung ya jagung dikonsumsi sebagai pangan alternatif,” paparnya.
 
Apalagi, belum lama ini pemerintah telah mensosialisasikan ada sebanyak enam pangan alternatif di antaranya kentang, jagung, dan sagu. Lalu, ada talas, yang bisa diolah untuk jadi pangan alternatif. “Begitu juga ketika memproses pengolahan bahan pangan agar diperhatikan, sehingga tidak terbuang percuma, kemudian masyarakat saat makan akan lebih baik ditakar dulu jangan sampai sisa. Eman-eman kalau dibuang begitu saja. Ini untuk antisipasi karena beberapa negara sudah krisis,” kata Mas Bambang, sapaan akrab Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Semarang ini.
 
Terkait stok bahan pangan di Kota Semarang, dijelaskan Mas Bambang, saat ini masih aman. Karena bahan pangan di Kota Semarang dicukup dari wilayah sekitarnya.
“Hanya 11 persen saja dicukupi sendiri, selebihnya dari wilayah sekitar. Harapannya dengan adanya bahan pangan dari kelurahan tangguh pangan bisa dicukupi oleh wilayahnya sendiri untuk mencapai dan mendukung kedaulatan pangan,” paparnya. 
 
Secara garis besar, Kelurahan Tangguh Pangan dan Gizi adalah kelurahan yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, subsistem konsumsi, dan subsistem keamanan pangan dengan memanfaatkan teknologi dan sumberdaya lokal secara berkelanjutan. 
 
Akan banyak stakeholder yang dilibatkan dalam mewujudkan Kelurahan Tangguh Pangan dan Gizi ini, sebab - setidaknya - ada 3 aspek yang menjadi indikatornya yakni aspek ketersediaan pangan, aspek akses terhadap pangan dan aspek pemanfaatan pangan.
 
Secara sederhana, diharapkan setiap Kelurahan dapat memenuhi 3 aspek ketahanan pangan tersebut yaitu ketersediaan, akses, dan pemanfaatan. Dimana ketersediaan pangan dibutuhkan sarana prasarana yang mampu menopang perekonomian di kelurahan tersebut, semisal jumlah pasar tradisional, pasar modern, minimarket, warung, restoran dll. Sementara kemudahan akses pangan, selain diukur dari infrastuktur jalan yang mendukung juga diukur dari tingkat keterjangkauan daya beli masyarakat. Sedangkan pemanfaatan pangan juga diharapkan memenuhi kriteria beragam bergizi seimbang dan aman (B2SA), selain mengurangi ketergantungan dengan nasi dengan mengembangkan diversifikasi pangan dari jagung, sagu atau ubi juga perlu gerakan untuk tidak menyia-nyiakan makanan. Dan satu aspek penting lainnya adalah berkelanjutan.
 
Untuk mewujudkan hal tersebut tentu dibutuhkan semangat bergerak bersama antara pemerintah, pebisnis (pengusaha), pewarta (media), dan masyarakat (akademisi) demi terwujudnya Kota Semarang semakin hebat. (*HRS)